Sosok Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai seorang pejuang yang kritis terhadap dunia pendidikan. Semasa hidup beliau telah mewariskan berbagai pemikiran terkait kondisi pendidikan masa kini. Salah satu gagasannya yang paling fenomenal menyangkut konsep pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter.
Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara
Mengutip Ensiklopedi Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama aslinya Soewardi Soeryaningrat. Lantaran keturunan bangsawan, nama putra Paku Alam III ini disematkan gelar Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Ki Hajar Dewantara dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural dan religius. Hal ini teraplikasikan melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, pendidikan agama yang kemudian menjadi landasan pembentukan jiwa kepribadiannya. Dengannya, ia tumbuh menjadi sosok yang sederhana, jujur, konsekuen, dan berani.
Pendidikan formal Ki Hajar Dewantara pertama ditempuh pertama pada 1896. Kala itu, hanya orang-orang kalangan bangsawan, keturunan Belanda dan Tionghoa saja yang bisa sekolah. Kondisi inilah yang kemudian mengilhaminya dalam memperjuangkan pendidikan rakyat kecil dengan menentang kolonialisme dan feodalisme.
Konsep Karakter dan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
Istilah karakter berasal dari bahasa Inggris character yang berarti watak. Oleh Ki Hajar Dewantara, karakter ini memiliki relasi kuat dengan budi pekerti. Dalam konteks pengajaran budi pekerti, pendidikan dimaknainya sebagai suatu tuntunan dalam setiap kehidupan anak.
Anak atau peserta didik dimengerti sebagai benda hidup yang tumbuh dan berkembang menurut kodratnya sendiri. Apa yang dikatakan kekuatan kodrati, tidak lain merupakan segala potensi dalam batin dan lahir dari anak itu sendiri. Guru hanya dapat menuntun tumbuhnya supaya bisa memperbaiki lakunya.
Dari konsepsi itulah, secara tidak langsung Ki Hajar Dewantara hendak menempatkan peserta didik sebagai pusat pendidikan. Pun beliau memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dinamis, serta mengutamakan keseimbangkan cipta, rasa dan karsa dalam diri anak di manapun berada, baik di sekolah, rumah, hingga sosial masyarakat.
Dengan memperhatikan kesimbangan cipta, rasa, dan karsa, Ki Hajar Dewantara ingin menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan sebagai proses transformasi nilai. Maksudnya, pendidikan dipahami sebagai proses pembentuk karakter manusia supaya menjadi benar-benar manusia.
Esensi Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara
Dalam buku berjudul Pendidikan Karakter menurut Ki Hajar Dewantara (2012) dijelaskan bahwa esensi pendidikan karakter adalah usaha sadar penanaman nilai-nilai moral dalam sikap dan perilaku anak didik. Tujuannya, mereka bisa memiliki sikap, perilaku dan budi pekerti yang luhur dalam kesehariannya.
Adapun nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan, meliputi religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan rumah, dan tanggung jawab.
Guna mewujudkan gagasannya tentang pendidikan, Ki Hajar Dewantara lalu memakai “Sistem Among”. Di dalamnya, para guru (pamong) berperan sebagai pemimpin dan wajib bersikap Ing Ngarsa SUng Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Tiga hal inilah yang pada akhirnya menjadi semboyan dari esensi pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara.
Gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan karakter demikian menunjukkan bahwa jauh hari beliau memiliki komitmen tinggi untuk membangun karakter bangsa melalui jalur pendidikan. Di masa kini, patut dipertanyakan kembali, apakah roh dan semangat pemikiran pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara itu sudah terimplementasikan dengan baik atau justru diabaikan. ( *** )